Daftar Blog Saya

Jumat, 10 Agustus 2012

Entomologi Industri


TOTAL HYGIENE MANAGEMENT: THE IMPORTANCE OF PEST
CONTROL IN HACCP-CONCEPTS AND HYGIENE ACCREDITATION
HACCP merupakan sistem yang dikembangkan untuk industri makanan, jika dilaksanakan dan diaplikasikan dengan tepat akan menjamin keamanan produk dan dengan demikian akan melindungi kesehatan konsumen. Ini berkaitan dengan tiga tipe hazard (bahaya) yaitu bahaya biologi (microbiological hazard), bahaya kimia (chemical hazard) dan bahaya fisika (physical hazard) dengan mengidentifikasi point-point dalam proses yang sangat penting untuk keamanan pangan (Critical Control Points atau CCP’s) dan prosedur penerbitan untuk pemantauan dan mengoreksi setiap penyimpangan dari kriteria yang buruk. Sebelum menerapkan sistem HACCP, prasyarat tertentu program ini harus di tempat dan beroperasi secara efektif, seperti pelatihan staf, pembersihan dan disinfeksi, kebersihan pribadi dan manajemen hama.
Banyak orang membuat kesalahan dengan berpikir bahwa pengelolaan hama sendiri adalah sebuah HACCP yang dapat diterapkan untuk pengendalian hama.
HACCP adalah sesuatu yang diterapkan untuk proses makanan itu sendiri tidak peduli apa jenis makanan atau operasi, manajemen hama bukan bagian dari proses makanan tetapi cukup hanya sebagai sarana untuk menghilangkan atau mengurangi hama yang mungkin menyebabkan bahaya dalam makanan. Sehingga kita tidak boleh lupa bahwa pengelolaan hama adalah bukan sebuah critical control point (CCP) tetapi hanyalah sarana untuk mengontrol dan memonitor suatu CCP.
Pada dasarnya akreditasi kebersihan memastikan bahwa semua yang dilakukan adalah untuk menjamin keamanan produk dan dengan demikian memastikan pelanggan sehat, bahagia dengan menyediakan mereka produk yang aman, mengurangi keluhan pelanggan, mengurangi pemborosan produk, memberikan staf tempat yang menyenangkan sehingga memotivasi untuk bekerja, memastikan kepatuhan terhadap peraturan keamanan pangan, dan memberikan hal yang baik pertahanan dalam hukum.
Apa yang kemudian yang perlu dipersiapkan perusahaan pengendalian hama di sebuah perusahaan makanan di era Millenium ini:1) memberikan saran pencegahan hama yang tepat, 2) menggunakan prosedur monitoring yang tepat untuk semua hama yang diantisipasi, 3) menggunakan metode eliminasi yang sesuai, 4) pasokan dan memiliki dokumentasi yang benar, 5) memiliki sistem pemetaan dan penomoran umpan / titik pemantauan, 6) benar memilih, menggunakan bahan kimia dan bahan biologi yang tepat, 7) telah terlatih, tidak hanya dalam pengelolaan hama tetapi juga kebersihan makanan dan dasar HACCP, 8) secara teratur memeriksa titik pemantauan, semua diikuti dengan laporan tertulis menunjukkan setiap tindakan yang diambil, 9) setuju dengan pelanggan tentang waktu kerja, jenis bahan yang digunakan, harapan pelanggan dari PCO ini, harapan PCO dari pelanggan, 10) memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk memberikan saran kepada pelanggan terhadap bahaya potensi untuk produknya yang timbul dari hama, 11) memiliki kemampuan untuk melatih staf pelanggan pada manajemen hama dasar dan di mana ini cocok ke dalam sistem HACCP, dan 12) memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk mengambil bagian dalam HACCP yang kemudian menjadi pertimbangan dan memberikan saran konstruktif tentang manajemen hama. (Sumber: http://www.icup.org.uk/reports%5CICUP436.pdf)





Jumat, 23 Maret 2012

Timeline UKM PEDULI NAPZA UNDIP 2011/2012

Semangat ya teman2........, suatu saat pasti kita akan memetik manfaat dan indahnya dari kontribusi yang kita berikan :)
Klo bukan kita siapa lg? Klo bkn sekarang kapan lgi?! TIMELINE

Selasa, 22 Maret 2011

Tugas DPP Part 2

RUBELLA ( AIR BORNE DISEASE)
A.     PENDAHULUAN
Rubella adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dan menimbulkan demam ringan dengan ruam pungtata dan ruam makulopapuler yang menyebar dan kadang-kadang mirip dengan campak atau demam scarlet. Penyakit rubella merupakan penyakit infeksi pada anak dan dewasa muda. Penyakit rubella bila menginfeksi pada anak akan menimbulkan gejala dan efek klinis yang menyerupai campak, hanya saja dalam bentuk yang lebih ringan atau bahkan tanpa gejala. Tetapi jika infeksi ini terjadi pada wanita hamil muda (terutama pada trimester pertama) penyakit ini dapat menyebabkan keguguran, kematian janin atau janin yang dilahirkan menderita cacat seumur hidup yang sering dikenal sebagai sindrom rubella congenital/SRK. Kecacatan SRK dapat berupa katarak pada mata, tuli dan kelainan jantung.
Anak-anak biasanya memberikan gejala konstitusional yang minimal , tetapi orang dewasa akan mengalami gejala prodromal selama 1-5 hari berupa demam ringan, sakit kepala, malaise, coryza ringan dan konjungtivitis. Limfadenopati post aurikuler, oksipital dan servikal posterior muncul dan merupakan ciri khas dari infeksi virus ini yang biasanya muncul 5-10 hari sebelum timbulnya ruam. Hampir separuh dari infeksi ini tanpa ruam. Lekopeni umum terjadi dan trombositopeni juga bisa terjadi, tetapi manifestasi perdarahan jarang. Arthalgia dan yang lebih jarang terjadi, arthritis sebagai komplikasi infeksi ini terutama pada wanta dewasa. Ensefalitis dan trombositoopeni jarang terjadi pada anak-anak, ensefalitis terjadi lebih sering pada orang dewasa.
Diagnosis klinis rubella kadang tidak akurat. Konfirmasi laboratorium hanya bisa dipercaya untuk infeksi akut. Infeksi rubella dapat dipastikan dengan adanya peningkatan signifikan titer antibodi fase akut dan konvalesens dengan tes ELISA, HAI, pasif HA atau tes LA, atau dengan adanya IgM spesifik rubella yang mengindikasikan infeksi rubella sedang terjadi. Diagnosa dari CRS pada bayi baru lahir dipastikan dengan ditemukan adanaya antibodi IgM spesifik pada spesimen tunggal, dengan titer antibodi spesifik terhadap rubella diluar waktu yang diperkirakan titer antibodi maternal IgG masih ada, atau melalui isolasi virus yang mungkin berkembang biak pada tenggorokan dan urine paling tidak selama 1 tahun. Virus juga bisa dideteksi dari katarak congenital hingga bayi berumur 3 tahun.
B.      EPIDEMIOLOGI
Distribusi penyakit ini tersebar di seluruh dunia, umumnya endemis, kecuali pada masyarakat yang terisolasi, terutama masyarakat kepulauan tertentu yang mengalami KLB setiap 10-15 tahun. Penyakit ini banyak muncul pada musim dingin dan musim semi. Wabah yang sangat luas terjadi di AS pada tahun 1935, 1943 dan 1964 dan di Australia pada tahun 1940. Sebelum vaksin rubella diijinkan beredar pada tahun 1969, puncak insidensi rubella terjai di AS setiap 6-9 tahun sekali. Selama tahun 1990an insidensi rubella di AS menurun dengan drastis. Namun persentasi kasus diantara orang asing yang lahir disana meningkat tajam pada saat yang sama. Selama tahun 1990an, KLB rubella di AS terjadi di tempat kerja, pada institusi, di masyarakat umum dan lingkungan lain dimana anak-anak muda dan mereka yang berangkat dewasa berkumpul. Virus rubella bertahan pada orang yang tidak diimunisasi.
C.      MEKANISME PENULARAN
Cara penularannya yaitu dengan sekret nasofaring dari orang terinfeksi. Infeksi terjadi melalui droplet atau kontak langsung dengan penderita. Pada lingkungan tertutup seperti di asrama calon prajurit, semua orang yang rentan dan terpajan bisa terinfeksi. Bayi dengan CRS mengandung virus pada sekret nasofaring dan urine mereka dalam jumlah  besar, sehingga menjadi sumber infeksi.
Reservoirnya adaah manusia. Masa penularan sekitar 1 minggu sebelum dan paling sedikit 4 hari sesudah onset ruam, penyakit ini sangat menular. Bayi dengan CRS kemungkinan teap mengandung virus selama berbulan-bulan sesudah lahir. Masa inkubasinya dari 14-17 hari kisaran antara 14-21 hari.
 D.     CARA PENANGGULANGAN
a.      Untuk menanggulangi rubella, segera melaporkan seluruh penderita, tersangka rubella, seluruh kontak dan mereka yang masih rentan untuk diberi imunisasi.
b.      Petugas dan praktisi kesehatan serta masyarakat umum sebaiknya diberi informasi tentang adanya kejadian rubella agar dapat mengidentifikasi dan melindungi wanita hamil yang rentan.
E.      KONTROL
1.      Kontrol Agen
a.      Disinfeksi serentak tidak dilakukan.
2.      Kontrol Transmisi
a.      Isolasi di Rumah Sakit dan institusi lain, terhadap penderita yang dicurigai menderita rubella sebaiknya dirawat dengan tindakan pencegahan isolasi kontak dan ditempatkan di ruang terpisah.
b.      Karantina tidak dilakukan
3.      Kontrol Host
a.      Memberikan dosis tunggal vaksin hidup, yaitu vaksin virus rubella yang dilemahkan ( Rubella virus vaccine, Live ), dosis tunggal ini memberikan respon antibodi yang signifikan, yaitu kira-kira 98-99% dari orang yang rentan.
b.      Invesigasi kontak dan sumber infeksi, melakukan investigasi dan identifikasi wanita hamil yang kontak dengan penderita, terutama wanita hamil pada trimester pertama. Meeka yang pernah kontak dengan penderita ini sebaiknya dilakukan pemeriksaan serologis untuk melihat tingkat kerentanannya atau untuk melihat apakah ada infeksi awal ( antibody IgM) dan terhadap mereka diberi nasehat seperlunya.

DAFTAR PUSTAKA
Handayani S, Heriyanto B, Wahyuhono G, Susilowati dan Subangkit. Imunitas Terhadap Rubela pada Balita dan Wanita Usia Subur di Kota Surabaya dan Kabupaten Tabanan. (online) (www.litbang.depkes.go.id diakses 18 Maret 2011)
Kandun, I Nyoman. 2006. Manual Pemberantasan Penyakit. Jakarta : CV. Infomedika

E2A009057/Reguler 1


Senin, 21 Maret 2011

Tugas DPP Part 1

KOLERA (FOOD and WATER BORNE DISEASE)
A. PENDAHULUAN
Kolera adalah penyakit saluran pencernaan akut yang disebabkan oleh bakteri dan ditandai gejala dalam bentuknya yang berat dengan onset yang tiba-tiba, diare terus menerus, cair seperti air cucian beras, tanpa sakit perut, disertai muntah dan mual di awal timbulnya penyakit.
Penyebab penyakitnya adalah Vibrio cholera serogroup O1 terdiri dari dua biotipe yaitu Vibrio klasik dan Vibrio El Tor yang terdiri dari serotype Inaba, Ogawa dan Hikojima (jarang ditemui). Vibrio cholera O139 juga menyebabkan kolera tipikal. Gambaran klinis dari penyakit yang disebaban oleh Vibrio cholera O1 dari kedua biotipe dan yang disebabkan oleh Vibrio cholera O139 adala sama karena enterotoksin yang dihasilkan oleh organisme ini hampir sama. Pada setiap kejadian wabah atau KLB, tipe organisme ini tertentu cenderung dominan, saat ini biotipe El Tor adalah yang paling sering ditemukan.
Bakteri kolera menghasilkan racun yang menyebabkan usus halus melepaskan sejumlah besar cairan yang banyak mengandung garam dan mineral. Karena bakteri sensitif terhadap asam lambung, maka penderita kekurangan asam lambung cenderung menderita penyakit ini. Kolera menyebar melalui air yang diminum, makanan laut atau makanan lainnya yang tercemar oleh kotoran orang yang terinfeksi.
B. EPIDEMIOLOGI
Epidemiologi kolera harus ditinjau secara global, karena perangainya yang pandemik. Penyakit ini dengan mudah menyebar secara luas, melampaui batas-batas geografis Asiatik. Ciri khas dari kolera, bila menyerang suatu daerah yang baru sama sekali, yang sebelumnya belum pernah mengenal kolera, maka insidens paling tinggi terjadi pada laki-laki dewasa muda. Tetapi ketika penyakit sudah mulai menjadi endemik, insidens pada wanita dan anak-anak akan meningkat. Dalam waktu 30 tahun terakhir, hasil studi laboratorium dan epidemiologik telah membawa ke suatu perubahan besar didalam pemikiran mengenai kolera.
Telah diketahui bahwa penyebaran kolera secara primer melalui air minum yang terkontaminasi, tetapi penelitian wabah akhir-akhir ini menunjukkan bahwa binatang laut seperti kerang, tiram dan remis, serta udang dan kepiting, dapat juga menjadi perantara transmisi yang penting untuk infeksi Vibrio. Beberapa dari jenis binatang laut ini bahkan hidup jauh di tengah laut. Ini menandakan bahwa Vibrio dapat mempertahankan siklus hidupnya tanpa harus melalui ekskreta manusia secara terus menerus.
Di dalam keadaan endemic, prevalensi kolera yang berat dapat tampak rendah, seperti di Bangladesh dimana insidens hospitalisasi antara 1-3 kasus per 1000 penduduk per tahun untuk waktu 20 tahun terakhir. Namun, angka-angka ini perlu ditafsirkan secara hati-hati. Pertama, insidens terjadi pada seluruh populasi dari umur 2 tahun sampai usia lanjut, sehingga risiko komulatif terhadap kolera untuk seseorang pada usia 20 tahun pertama adalah sekitar 6%. Jika derajat kematian secara kasar adalah 20%, maka 1% dari penduduk Bangladesh akan meninggal karena kolera, bila tidak diobati. Kedua, penelitian terhadap kontak keluarga dari kasus kolera menunjukkan untuk setiap individu dengan kasus kolera yang berat, lebh dari sepuluh orang akan menderita diare ringan & sedang dalam jumlah yang sama akan menderita infeksi asimtomatik. Dengan demikian, derajat penyakit yang berat yang dilaporkan tidak mencerminkan secara wajar kasus-kasus ringan yang jumlahnya lebih banyak.
Kolera adalah penyakit wabah tertua dan paling dikenal. Selama abad 19, pandemik kolera menyebar berulang kali dari delta Sungai Gangga d Inda ke seluruh dunia. Sampai dengan pertengahan abad ke 20, penyakit ini terbatas hanya terjadi di Aia, kecuali kejadian wabah kolera yang menelan banyak korban di Mesir pada tahun 1947. Selama setengah abad terakhir abd ke 20 gambaran epidemiologis kolera ditandai dengan 3 ciri utama.
1) Terjadinya pandemik ke 7 klera yang disebabkan oleh Vibrio cholera O1 El Tor, dengan korban yang sangat banyak.
2) Diketahui adanya reservoir lingkungan dari kolera, salah satunya adalah di sepanjang pantai teluk Meksiko di AS.
3) Munculnya untuk pertama kali ledakan wabah besar dari Cholera gravis yang disebabkan oleh organisme Vibrio cholera dari serogroup selain O1, (Vibrio cholera O139).
Sejak ahun 1961, Vibrio cholera dari iotipe El Tor telah menyebar dari Indonesia melalui sebagian besar Asia pada tahun 1963-1969 ke Eropa Timur. Pada tahun 1970, biotipe ini masuk ke Afrika bagian bart dan menyebar dengan cepat di benua itu dan menjadi endemis d sebagian besar Negara Afrika. Beberapa kali KLB kolera telah terjadi di semenanjung Ibera dan Italia pada tahun 1970an mnyebar ke seluruh Afrika dan mencapai Madagaskar tahun 1999.
Kolera El Tor kembali ke Benua Amerika pada tahun 1991, sesudah menghilang selama satu abad dan menyebaban ledakan-ledakan wabah sepanjang Pantai Pasifik Peru. Dari Peru, kolera dengan cepat menyebar ke Negara-negara tetangga, dan pada tahun 1994, kira-kira 1 juta kasus kolera tercatat terjadi di Amerika Latin. Perlu di catat, walaupun manifestasi klinis penyakit ini sama beratnya dengan yang terjadi di bagian lain di dunia, namun keseluruhan CFR kolera di Amerika Latin bisa ditekan tetap rendah (sekitar 1%) kecuali di pedesaan di pegunungan Andes dan wilayah Arizona dimana fasilitas pelayanan kesehatan sangat jauh.
Perlu dicatat secara spesifik bahwa telah terjadi KLB kolera El Tor diantara pengungsi Rwanda di Goma, Zaire (sekarang disebut sebagai Republik Demokratik Kongo) pada bulan Juli tahun 1944 dengan 50.000 penderita dan 24.000 orang diantaranya tewas dalam kurun waktu kurang dari sebulan. Secara keseluruhan, 384.403 penderita dan 10.692 kematian akibat kolera dilaporkan ke WHO pada tahun 1994 adalah 2,8% yang bervariasi dari 1% di AS; 1,3% di Asia; 5% di Afrika. Pada tahun 2002, 52 negara melaporkan kasus kolera ke WHO dengan total penderita 142.311 (36 kasus import) dengan 4.564 kematian, CFR 3%. Variasi angka ini mencerminkan perbedaan dalam sistem pelaporan dan akses terhadap pengobatan yang tepat, tidak menggambarkan virulensi dari organisme penyebab.
Di derah-daerah endemik, puncak kasus-kasus kolera banyak dijumpai pada anak-anak berumur 2 sampai 9 tahun, menyusul wanita masa produktif yaitu antara 15-35 tahun. Derajat infeksi yang lebih rendah pada anak-anak di bawah satu tahun mungkin berkaitan dengan sedikitnya mereka berada dalam paparan infeksi, atau karena adanya efek protektif dari air susu Ibu. Pada wanita usia produktif, diperkirakan bahwa meningkatnya jumlah kasus pada golongan ini disebabkan karena penurunan imunitas pada saat mengurus anak. Sebaliknya, di daerah-daerah dimana kolera menyerang penduduk yang paparannya rendah, penyakit cenderung untuk mengenai semua kelompok umur dengan frekuensi yang sama besarnya. Ini terlihat pada epidemi yang terjadi di Amerika Selatan, seperti misalnya di Peru, dimana derajat serangan (attack rate) pada anak-anak < 1 tahun, anak-anak berumur 1-4 tahun dan anak-anak yang lebih besar serta ornag dewasa adalah sekitar 0,5-0,6 %. Kejadian wabah yang merupakan hubungan antara peristiwa penguburan dengan transmisi kolera juga pernah dilaporkan di Afrika dan di Indonesia. Sebelumnya, wabah kolera yang berhubungan dengan penguburan terjadi karena transmisi dari orang ke orang (person to person). Di Guinea, Afrika Barat, nasi ditemukan sebagai sebab terjadinya wabah kolera yang mengikuti acara penguburan oleh para wanita-wanita yang sebelumnya juga merawat pederita kolera yang meninggal tersebut, membersihkan tempat tidur dan memandikannya. Di Irian Jaya Indonesia, wabah kolera berkaitan dengan upacara duka cita di rumah penderita yang meninggal karena kolera.
C. GEJALA dan TANDA
Gejala dimulai dalam 1-3 hari setelah terinfeksi bakteri, bervariasi mulai dari diare ringan tanpa komplikasi sampai diare berat yang bisa berakibat fatal. Beberapa orang yang terinfeksi, tidak menunjukkan gejala. Penyakit ini biasanya dimulai dengan diare encer seperti air yang terjadi secara tiba-tiba, tanpa rasa sakit dan muntah-muntah. Pada kasus yang berat, diare menyebabkan kehilangan cairan sampai 1 liter dalam 1 jam. Kehilangan cairan dan garam yang berlebihan menyebabkan dehidrasi disertai rasa haus yang hebat, kram otot, lemah dan penurunan produksi air kemih. Banyaknya cairan yang hilang dari jaringan menyebabkan mata menjadi cekung dan kulit jari-jari tangan menjadi keriput. Jika tidak diobati, ketidakseimbangan volume darah dan peningkatan konsebtras garam bisa menyebabkan gagal ginjal, syok dan koma. Gejala biasanya menghilang dalam 3-6 hari, kebanyakan penderita akan terbebas dari organisme ini dalam waktu 2 minggu, tetapi beberapa diantara penderita menjadi pembawa dari bakteri ini.
D. DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Untuk memperkuat diagnosis, dilakukan pemeriksaan terhadap apusan rectum atau contoh tinja segar. Penatalaksanaan yang sangat penting adalah segera mengganti kehilangan cairan, garam dan mineral dalam tubuh. Untuk penderita yang mengalami dehidrasi berat, cairan diberikan melalui infus. Di daerah wabah, kadang-kadang cairan diberikan melalui selang yang dimasukkan lewat hidung menuju lambung. Bila dehidrasi sudah diatasi, tujuan pebgobatan selanjutnya adalah menggantikan jumlah cairan yang hilang karena diare dan muntah. Makanan padat bisa diberikan setelah muntah-muntah berhenti dan nafsu makan sudah kembali. Pengobatan awal dengan tetrasiklin atau antibiotic lainnya bisa membunuh bakteri dan biasanya menghentikan diare dalam 48 jam. Bila berada di daerah resisten vibrio cholera, dapat digunakan furozolidone. Lebih dari 50% penderita kolera berat yang tidak diobati meninggal dunia. Kurang dari 1% penderita yang mendapat panggantian cairan yang adekuat, meninggal dunia.
E. MEKANISME PENULARAN
Masuk melalui makanan atau air minum yang terkontaminasi secara langsung atau tidak langsung oleh tinja atau muntahan dari orang yang terinfeksi. El Tor dan O139 dapat berthan di air dalam jangka waktu yang ama. Air dapat tercemar pada sumbernya, saat transportasi ataupun pada saat disimpan. Pada saat wabah El Tor skala besar besar terjadi di Amerika Latin pada tahun 1991, penularan yang cepat dari kolera terjadi melalui air yang tercemar karena sistem PAM perkotaan tidak baik, air permukaan yang tercemar, sistem penyimpanan air di rumah tangga yang kurang baik. Makanan dan minuman pada saat itu diolah dengan air yang tercemar dan dijual oleh pedagang kaki lima, bahkan es dan air minum yang dikemaspun juga tercemar oleh vibrio cholera yang dibawa oleh penjamah makanan dapat mencemari salah satu jenis makanan yang disebutkan diatas yang apabila tidak disimpan dalam lemari es dalam suhu yang tepat, dapat meningkatkan jumlah kuman berlipat ganda dalam waktu 8-12 jam. Sayuran dan buah-buahan yang dicuci dan dibasahi dengan air limbah yang tidak diolah, juga menjadi media penularan. Terjadinya wabah maupun munculnya kasus sporadic sering disebabkan oleh karena mengkonsmsi seafood mentah atau setengah matang. Air yang tercemar sering berperan sebagai media penularan seperti yang terjadi pada KLB di Guam, Kiribati, Portugal, talia dan Ekuador. Pada kejadian lain, seperti di AS, kasus sporadic klera justru timbul karena mengkonsumsi seafood mentah atau setenga matang yang ditangkap dari perairan yang tidak tercemar. Reservoirnya adalah manusia, pengamatan yang dilakukan di AS, Bangladesh dan Australia selama lebih dari 2 dekade menunjukkan adanya reservoir lingkungan, dimana vibrio diduga hidup pada copepod dan zooplankton yang hidup di perairan payau dan muara sungai. Sebagai contoh kasus, kolera yang muncul di Louisiana dan Texas menyerang orang-orang yang mengkonsumsi kerang yang diambil diambil dari pantai dan muara sungai yang diketahui sebagai reservoir alami dari Vibrio cholera O1 serotipe Inaba, muara sungai yang tidak terkontaminasi oleh air limbah. Kolera klinis di daerah endemis biasanya ditemukan pada kelompok masyarakat ekonomi lemah. Masa penularan diperkirakan selama hasil pemeriksaan tinja masih positif, orang tersebut masih menular, berlangsung sampai beberapa hari sesudah sembuh. Terkadang status sebagai carrier berlangsung hingga beberapa bulan. Berbagai jenis antibiotika diketahui efektif terhadap strain infektif (misalnya tetrasiklin untuk strain O139 dan kebanyakan strain O1). Pemberian antibiotika memperpendek masa penularan walaupun sangat jarang sekali, ditemukan infeksi kandung empedu kronis berlangsung hingga bertahun-tahun pada orang dewasa yang secara terus menerus mengeluarkan Vibrio cholera melalui tinja.
F. CARA PENANGGULANGAN
1) Berikan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat di daerah resiko tinggi untuk segera mencari pengobatan bila sakit.
2) Sediakan fasilitas pengobatan yang efektif.
3) Lakukan tindakan darurat untuk menjamin tersedianya fasilitas air minum yang aman. Lakukan klorinasi pada sistem penyediaan air bagi masyarakat, walaupun diketahui bahwa sumber air ini tidak terkontaminasi. Lakukan klorinasi atau masaklah air yang akan diminum, dan air yang akan dipakai untuk mencuci alat-alat masak dan alat-alat untuk menyimpan makan kecuali jika tersedia air yang telah diklorinasi dengan baik dan terlindungi dari kontaminasi.
4) Lakukan pengawasan terhadap cara-cara pengolahan makanan dan minuman yang sehat. Setelah diolah dan dimasak dengan benar, lindungi makanan tersebut dari kontaminasi oleh lalat dan penangaan yang tidak saniter, makanan sisa sebaiknya dipanaskan 70⁰C selama 15 menit sebelum dikonsumsi. Orang yang menderita diare sebaknya tidak menjamah atau menyediakan makanan dan minuman untuk orang lain. Makanan yang disediakan pada upacara pemakaman korban kolera mungkin tercemar dan selama wabah berlangsung makanan di tempat seperti ini sebaiknya dihindari.
5) Lakukan investigasi dengan sungguh-sungguh dengan desain sedemikian rupa untuk menemukan media dan lingkungan yang memungkinkan terjadinya penularan menurut variable orang, tempat dan waktu serta buatlah rencana penanggulangan yang memadai.
6) Sediakan fasilitas pembuangan sampah dan limbah domestik sesuai dengan syarat kesehatan.
7) Pemberian imunisasi dengan suntikan vaksin kolera Whole cell tidak dianjurkan.
8) Pada saat situasi wabah reatif mulai tenang, vaksin kolera oral dapat diberiakn sebagai tambahan terhadap upaya penangulangan wabah kolera. Namun, vaksin ini sebaiknya tidak digunakan pada saat suasana masih panik atu pada saat terjadi kekurangan persediaan air yang parah yang dapat mempengaruhi penyediaan terapi rehidrasi oral.
G. KONTROL 
1) Kontrol Agen
a. Disinfeksi serentak, dlakukan terhadap tinja dan muntahan serta bahan-bahan dari kain (linen, seperti sprei, sarung bantal dan ain-lain) serta barang-barang lain yang digunakan oleh penderita, dengan cara dipanaskan, diberi asam karbol atau disinfektan lain.
b. Investigasi terhadap kemungkinan sumber infeksi berasal dari air minum dan makanan yang terkontaminasi. 2) Kontrol Route Penyebaran/Transmisi
a. Isolasi, perawatan di rumah sakit dengan memperlakukan kewaspadaan enterik di perlukan untuk pasien berat, isolasi ketat tidak diperlukan. Untuk penderita yang tidak begitu berat, dapat diperlakukan sebagai penderita rawat jalan, diberi rehidrasi oral dan antibiotik yang tepat. Ruang perawatan kolera yang penuh sesak dengan penderita dapat dioperasikan tanpa perlu khawatir dapat menimbulkan ancaman penularan kepada petugas kesehatan dan pengunjung asalkan prosedur cuci tangan secara efektif serta prosedur kebersihan perorangan dilaksanakan dengan baik. Pemberantasan terhadap lalat juga perlu dilakukan.
b. Karantina tidak diperlukan.
3) Kontrol Host
a. Imunisasi, pemberian dua jenis vaksin oral yang memberikan perlindungan cukup bermakna untuk beberapa bulan terhadap kolera yang disebabkan oleh strain O1. Pertama adalah vaksin hidup(strain CVD 103-HgR, dosis tunggal tersedia dengan nama dagang Orachol di Eropa dan Mutaol di Kanada, SSV1). Yang lainnya adalah vaksin mati yang mengandung vibrio diinaktivasi ditambah dengan subunit B dari toksin kolera, diberikan dalam 2 dosis (Dukoral, SBL).
b. Melakukan surveilans terhadap orang yang minum dan mengkonsumsi makanan yang sama dengan penderita kolera, selama 5 hari setelah kontak terakhir. Jika terbukti kemungkinan adnya penularan sekunder di dalam rumah tangga, anggota rumah tangga sebaiknya diberi pengobatan kemoprofilaksis; untuk orang dewasa adalah tetrasiklin (500 g, 4x sehari) atau tetrasiklin (dosis tunggal 300 mg) selama 3 hari, kecuali untuk strain lokal yang diketahui atau diduga resisten terhadap tetrasiklin. Anak-anak juga bisa diberikan tetrasiklin (50mg/kg/hari dibagi ke dalam 4 dosis) atau doksisiklin (dosis tunggal 6 mg/kg) selama 3 hari, dengan pemberian tetrasiklin dalam waktu yang singkat,tidak akan terjadi pada noda gigi. Imunisasi terhadap kontak tidak dianjurkan.
c. Pengobatan spesifik, yang terdiri dari 3 cara pengobatan bagi penderita kolera, yaitu (1) terapi rehidrasi agresif, (2) pemberian antibiotika yang efektif, (3) Pengobatan untuk komplikasi
4) Kontrol Lingkungan
a. Masyarakat harus memiliki sistem pembuangan kotoran dan limbah yang modern dan tepat, tinja dapat langsung dibuang ke dalam saluran pembuangan tanpa perlu dilakukan disinfeksi sebelumnya. 

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Kolera. (online). (www. xa.yimg.com,diakses 18 Maret 2011).
Kandun, I Nyoman. 2006. Manual Pemberantasan Penyakit. Jakarta : CV. Infomedika
Lesmana, Murad. 2004. Perkembangan Mutakhir Infeksi Kolera. (online). ( www. univmed. org, diakses 18 Maret 2011)







Thyar Deby Y.
E2A009057/Reguler 1
FKM UNDIP

Senin, 03 Januari 2011

EFEK TOKSIK TIMBAL, MERKURI dan CADMIUM

A. EFEK TOKSIK TIMBAL(Pb).
Timbal atau plumbum (Pb) adalah metal kehitaman. Dahulu digunakan sebagai konstituen di dalam cat, baterai dan saat ini banyak digunakan dalam bensin. Pb organik (TEL = tetra ethyl lead) sengaja ditambahkan ke dalam bensin untuk meningkatkan nilai oktan.(Slamet, 1996)
Pb adalah racun sistemik. Keracunan Pb akan menimbulkan gejala : rasa logam di mulut, garis hitam pada gusi, gangguan GI(Gastro Intestinal), anorexia, muntah-muntah, kolik, encephalitis, wrist drop, irritable, perubahan kepribadian, kelumpuhan dan kebutaan. Basophilic stippling dari sel darah merah merupakan gejala patognomonis bagi keracunan Pb. Gejala lain dari keracunan ini berupa anemia dan albuminaria.(Slamet, 1996)
Pb organik cenderung menyebabkan encephalopathy. Pada keracunan akut, terjadi gejala meninges dan cerebral, diikuti dngan stupor, coma dan kematian. Tekanan liquor cerebro-spinalis (LCS) tinggi, insomnia dan somnolence.(Slamet, 1996).
Menurut Charlene(2004), di dalam tubuh manusia timbal masuk melalui saluran pernafasan atau saluran pencernaan atau menuju sistem peredaran darah kemudian menyebar ke berbagai jaringan lain seperti ginjal, hati, otak, saraf dan tulang. Keracunan timbal pada orang dewasa ditandai dengan gejala 3P yaitu, pallor(pucat), pain(sakit), dan paralysis(kelumpuhan). Keracunan yang terjadi bisa bersifat kronik dan akut. Pada keracunan kronik, mula-mula logam berat tidak menyebabkan gangguan kesehatan yang tampak, tetapi makin lama efek toksik makin menumpuk hingga akhirnya terjadi gejala keracunan.
Keracunan timbal kronik ditandai dengan depresi, sakit kepala, sulit berkonsentrasi, daya ingat terganggu, dan sulit tidur. Sedangkan keracunan akut terjadi jika timbal masuk ke dalam tubuh seseorang lewat makanan atau menghirup uap timbal dalam waktu yang relatif pendek dengan kadar atau dosis yang relatif tinggi. Gejala yang timbul berupa mual, muntah, sakit perut hebat, kelainan fungsi otak, anemia berat, kerusakan ginjal, bahkan kematian dapat terjadi dalam waktu 1-2 hari.(Widaningrum, Miskiyah dan Suismono, 2007).
Keracunan timbal pada anak-anak dapat mengurangi kecerdasan. Bila kadar timbal dalam darah mencapai tiga kali batas normal (asupan normal sekitar 0,3 mg per hari) maka akan menyebabkan penurunan kecerdasan intelektual(IQ) di bawah 80. Kelainan fungsi otak terjadi karena timbal secara kompetitif menggantikan peranan mineral-mineral utama seperti seng, tembaga dan besi dalam mengatur fungsi sistem saraf pusat. Keadaan ini akan mengurangi peluang bagi anak untuk berhasil dalam sekolahnya. Dampak lebih jauh apabila tidak ada pengendalian polusi udara di perkotaan, suatu saat nanti anak-anak di desa akan lebih pintar daripada anak-anak yang dibesarkan di kota-kota besar.(Widaningrum, Miskiyah dan Suismono, 2007).
Qomarrudin dan Rahmah(2003) dalam laporannya menyatakan bahwa logam berat merkuri(Hg) dan timbal(Pb) ditemukan pada anak-anak yang mengalami gangguan khususnya autisme dan hiperaktivitas. Bahkan Indonesia merupakan salah satu dari lima negara di dunia yang paling tinggi tingkat polusinya.
B. EFEK TOKSIK MERKURI(Hg)
Air raksa atau hydrargyrum (Hg) adalah metal yang menguap pada temperature kamar. Karena sifat kimia-fisikanya, merkuri pernah digunakan sebagaicampuran obat. Saat ini merkuri banyak digunakan di dalam industri pembuatan amalgam, perhiasan, instrumentasi, fungisida, bakterisida dan lain-lainnya.(Slamet, 1996)
Hg merupakan racun sistemik dan diakumulasi di hati, ginjal, limpa dan tulang. Oleh tubuh Hg diekskresikan lewat urine, feses, keringat, saliva dan air susu. Keracunan Hg akan menimbulkan gejala susunan saraf pusat (SSP) seperti kelainan kepribadian dan tremor, konvulsi, pikun, insomnia, kehilangan kepercayaan diri, iritasi, depresi dan rasa ketakutan. Gejala gastero-intestinal(GI) seperti stomatitis, hipersalivsi, colitis, sakit pada mengunyah, gingivitis, garis hitam pada gusi (leadline) dan gigi yang mudah melepas. Kulit dapat menderita dermatitis dan ulcer. Hg yang organik cenderung merusak SSP (tremor, ataxia, lapangan penglihatan menciut, perubahan kepribadian), sedangkan Hg anorganik biasanya merusak ginjal dan menyebabkan cacat bawaan.(Slamet, 1996).
Di alam, Hg anorganik dapat merubah menjadi organik dan sebaliknya karena adanya interaksi dengan mikroba. Genus Pseudomonas dan Neurospora dapat mengubah Hg anorganik menjadi organik. Stapilococcus aureus antara lain dapat mereduksi Hg2+ menjadi Hg elemental.(Slamet, 1996).
Mekanisme keracunan merkuri di dalam tubuh belum diketahui dengan jelas. Namun, untuk daya racun merkuri dapat diinformasikan sebagai berikut: kerusakan tubuh yang disebabkan oleh merkuri pada umunya bersifat permanen, masing-masing komponen merkuri mempunyai perbedaan karakteristik yang berbeda seperti daya racunnya, distribusi, akumulasi pada pengumpulan dan waktu retensinya(penyimpanan) di dalam tubuh.(Widaningrum, Miskiyah dan Suismono, 2007).
Apabila suatu komponen merkuri berada dalam jumlah yang cukup, maka akan beracun terhadap tubuh. Merkuri dapat berpengaruh terhadap tubuh karena dapat menghambat kerja enzim dan menyebabkan kerusakan sel. Sifat-sifat membrane dari dinding sel akan rusak karena pengikatan dengan merkuri, sehingga aktivitas sel dapat terganggu. Kondisi yang akut dapat menyebabkan kerusakan perut dan usus, gagal kardiovaskular(jantung dan pembuluhnya) dan gagal ginjal akut yang dapat menyebabkan kematian. (Widaningrum, Miskiyah dan Suismono, 2007).


C. EFEK TOKSIK CADMIUM(Cd)
Cadmium (Cd) adalah metal berbentuk kristal putih keperakan. Cd didapat bersama-sama dengan Zn, Cu dan Pb dalam jumlah yang kecil. Cd didapat pada industry alloy, pemurnian Zn, pestisida dan lain-lain.(Slamet, 1996).
Tubuh manusia tidak memerlukan Cd dalam fungsi dan pertumbuhannya, karenanya Cd sangat beracun bagi manusia. Keracunan akut akan menyebabkan gejala gasterointestinal dan penyakit ginjal. Gejala klinis keracunan Cd sangat mirip dengan penyakit glomerulo-nephritis biasa, hanya pada fase lanjut dari keracunan Cd ditemukan pelunakan dan fraktur (patah) tulang-tulang punggung yang multiple. Di Jepang sakit pinggang ini dikenal sebagai penyakit “Itai-Itai Byo”. Gejalanya adalah sakit pinggang, patah tulang, tekanan darah tinggi, kerusakan ginjal, gejala seperti influenza dan sterilitas pada laki-laki.(Slamet, 1996).
Cadmium merupakan salah satu jenis logam berat yang berbahaya karena elemen ini beresiko tinggi terhadap pembuluh darah. Waktu paruh Cadmium 10-30 tahun. Akumulasi pada ginjal dan hati 10-100 kali konsentrasi pada jaringan yang lain.(Widaningrum, Miskiyah dan Suismono, 2007).
Menurut Sudarmadji, Mukono dan Corie(2006), dalam tubuh manusia Cadmium terutama dieliminasi melalui urine. Hanya sedikit yang diabsorbsi, yaitu sekitar 10-50%. Absorbsi dipengaruhi faktor diet seperti intake protein, kalsium, vitamin D, dan trace logam seperti Seng(Zn). Proporsi yang besar adalah absorbs melalui pernapasan yaitu antara 10-40% tergantung keadaan fisik. Uap Cadmium sangat toksik dengan lethal dose melalui pernapasan diperkirakan 10 menit terpapar sampai dengan 190mg/m³ selama 240 menit akan dapat menimbulkan kematian. Gejala umum keracunan Cd adalah sakit di dada, nafas sesak, batuk-batuk dan lemah.
Terpapar akut oleh Cadmium(Cd) menyebabkan gejala nausea(mual), muntah, diare, kram otot, anemia, dermatitis, pertumbuhan lambat, kerusakan ginjal dan hati, gangguan kardiovaskuler, emphysema, dan degenerasi testicular. Perkiraan dosis mematikan akut adalah sekitar 500mg/kg untuk dewasa dan efek dosis akan nampak jika terabsorbsi 0,043 mg/kg per hari.Gejala akut keracunan Cd adalah sesak dada, kerongkongan kering dan dada terasa sesak, nafas pendek, nafas terengah-engah, distress, dan bisa berkembang ke arah penyakit radang paru-paru, sakit kepaladan menggigil, bahkan dapat diikuti dengan kematian. Gejala kronis keracunan Cd yaitu, nafas pendek, kemampuan mencium bau menurun, berat badan menurun, gigi terasa ngilu dan berwarna kuning keemasan. (Widaningrum, Miskiyah dan Suismono, 2007).

DAFTAR PUSTAKA
Charlene.2004. Pencemaran Logam Berat Timbal(Pb) dan Cadmium(Cd) Falsafah Sains. Program Pascasarjana S3 IPB. Posted tanggal 30 Desember 2004. http://www.google.co.id / Diakses pada tanggal 20 Desember 2010.
Qomarrudin dan Rahmah. 2003. Keracunan Logam Berat hingga Casomorphin. http://www.banjarmasinpost.com. Edisi 05 April 2003. / Diakses pada tanggal 20 Desember 2010.
Sudarmadji, J. Mukono dan Corie I.P. 2006. Toksikologi Logam Berat B3 dan Dampaknya Terhadap Kesehatan. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol. 2, No.2, Januari 2006: 129-142.
Slamet, Juli Soemirat. 1996. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Widaningrum, Miskiyah dan Suismono.2007.Bahaya Kontaminasi Logam Berat Dalam Sayuran dan Alternatif Pencegahan Cemarannya. http://pascapanen.litbang.deptan.go.id / Diakses pada tanggal 20 Desember 2010.

Kamis, 16 Desember 2010

Tugas KLB/Wabah

TUGAS KLB/WABAH
1. Kriteria Suatu Kejadian Penyakit Dikatakan Wabah/KLB:
a. Timbulnya suatu penyakit/penyakit menular yang sebelumnya tidak ada/tidak dikenal.
b. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya(jam, hari, minggu, bulan, tahun).
c. Peningkatan kejadian penyakit/kematian, dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya(hari, minggu, bulan, tahun).
d. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rat per bulan dalam tahun.
e. Angka rata-rata per bulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebi dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dari tahun sebelumnya.
f. Case Fatality Rate(CFR) dari suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau lebih dibanding dengan CFR dari periode sebelumnya.
g. Proportional Rate(PR) penderita baru pada suatu periode tertentu menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih dibanding periode yang sama dan kurun waktu atau tahun sebelumnya.
h. Beberapa penyakit khusus: kolere, DHF
• Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya(pada daerah endemis).
• Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode 4 minggu sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit yang bersangkutan.
i. Beberapa penyakit yang dialami 1 atau lebih penderita:
• Keracunan makanan.
• Keracunan pestisida.
2. Herd Immunity:
Herd immunity adalah bentuk kekebalan yang terjadi ketika vaksinasi sebagian besar populasi atau kelompok memberikan ukuran perlindungan bagi individu yang belum mengembangkan kekebalan. Pada penyakit menular yang ditularkan dari individu ke individu, rantai infeksi yang mungkin terganggu ketika sejumlah besar populasi kebal terhadap penyakit. Semakin besar proporsi individu yang kebal, semakin kecil kemungkinan bahwa individu rentan akan datang ke dalam kontak dengan individu menular.
3. Yang Seharusnya Kita Lakukan Agar Fenomena Wabah/KLB Dapat Dicegah:
Untuk menanggiulangi KLB yaiu dengan menggunakan Sistem Kewaspadaan Dini(SKD-KLB), dimana SKD-KLB merupakan suatu upaya pencegahan dan penanggulangan KLB secara dini dengan melakukan kegiatan untuk mengantisipasi KLB. Kegiatan yang dilakukan berupa pengamatan yang sistematis dan terus menerus yang mendukung sikap tanggap/waspada yang cepat dan tepat terhadap adanya suatu perubahan status kesehatan masyarakat. Kegiatan yang dilakukan adalah pengumpulan data kasus baru dari penyakit-penyakit yang berpotensi terjadi KLB secara mingguan sebagai upaya SKD-KLB. Data-data yang telah terkumpul dilakukan pengolahan dan analisis data untuk penyusunan rumusan kegiatan perbaikan oleh tim epidemiologi.
Selain itu dari Badan Litbangkes Depkes RI bekerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem surveilans dengan menggunakan teknologi informasi (computerize) yang disebut dengan Early Warning Outbreak Recognition System(EWORS). EWORS adalah sustu sistem jaringan informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya kejadian luar biasa(KLB) pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS secara cepat. (Badan Litbangkes, DEPKES RI).
Melalui sistem ini peningkata dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat, sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin. Dalam kasus DBD misalnya, EWORS telah berperan dalah hal menginformasikan data kasus DBD dar segi jumlah, gejala/karakteristik penyakit, tempat atau lokasi dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit Dati II di Indonesia. (Sidemen, 2003).


Thyar Deby Y.
E2A009057
Reguler 1
FKM UNDIP.

Jumat, 12 November 2010

Penyelidikan Epidemiologi


PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI
Ø  MALARIA
Malaria adalah penyakit yang menyerang manusia, burung, kera dan primata lainnya, hewan melata dan hewan pengerat, yang disebabkan oleh infeksi protozoa dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin menggigil) serta demam berkepanjangan.
Penyakit malaria memiliki 4 jenis, dan masing-masing disebabkan oleh spesies parasit yang berbeda. Gejala tiap-tiap jenis biasanya berupa meriang, panas dingin menggigil dan keringat dingin. Dalam beberapa kasus yang tidak disertai pengobatan, gejala-gejala ini muncul kembali secara periodik. Jenis malaria paling ringan adalah malaria tertiana yang disebabkan oleh Plasmodium vivax, dengan gejala demam dapat terjadi setiap dua hari sekali setelah gejala pertama terjadi (dapat terjadi selama 2 minggu setelah infeksi).  Demam rimba (jungle fever ), malaria aestivo-autumnal atau disebut juga malaria tropika, disebabkan oleh Plasmodium falciparum merupakan penyebab sebagian besar kematian akibat malaria.
Organisme bentuk ini sering menghalangi jalan darah ke otak, menyebabkan koma, mengigau, serta kematian. Malaria kuartana yang disebabkan oleh Plasmodium malariae, memiliki masa inkubasi lebih lama daripada penyakit malaria tertiana atau tropika; gejala pertama biasanya tidak terjadi antara 18 sampai 40 hari setelah infeksi terjadi. Gejala tersebut kemudian akan terulang kembali setiap 3 hari. Jenis ke empat dan merupakan jenis malaria yang paling jarang ditemukan, disebabkan oleh Plasmodium ovale yang mirip dengan malaria tertiana.  Pada masa inkubasi malaria, protozoa tumbuh didalam sel hati; beberapa hari sebelum gejala pertama terjadi, organisme tersebut menyerang dan menghancurkan sel darah merah sejalan dengan perkembangan mereka.
Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat cepat maupun lama prosesnya, malaria disebabkan oleh parasit malaria / Protozoa genus Plasmodium bentuk aseksual yang masuk kedalam tubuh manusia ditularkan oleh nyamuk malaria ( anopeles ) betina ( WHO 1981 ) ditandai dengan deman, muka nampak pucat dan pembesaran organ tubuh manusia. Parasit malaria pada manusia yang menyebabkan Malaria adalah Plasmodium falciparum, plasmodium vivax, plasmodium ovale dan plasmodium malariae.Parasit malaria yang terbanyak di Indonesia adalah Plasmodium falciparum dan plasmodium vivax atau campuran keduanya, sedangkan palsmodium ovale dan malariae pernah ditemukan di Sulawesi, Irian Jaya dan negara Timor Leste. Proses penyebarannya adalah dimulai nyamuk malaria yang mengandung parasit malaria, menggigit manusia sampai pecahnya sizon darah atau timbulnya gejala demam. Proses penyebaran ini akan berbeda dari setiap jenis parasit malaria yaitu antara 9 - 40 hari ( WHO 1997 ).
Hal-hal yang perlu dimonitor :
1. Tensi, nadi, suhu dan pernafasan setiap 30 menit.
2. Pemeriksaan derajat kesadaran dengan modifikasi Glasgow coma scale (GCS) setiap 6 jam.
3. Hitung parasit setiap 12-24 jam
4. Pemeriksaan derajat kesadaran (modifikasi Glasgow coma score)
5. Obat-obat berikut dahulu pernah dipakai untuk pengobatan malaria serebral tetapi menurut WHO sekarang tidak boleh dipakai karena berbahaya, yaitu :
  a.  Dexamethason dan Kotikosteroid lainnya
  b. Obat anti inflamasi yang lain
  c.  Anti udem serebral (urea, manitol)
  d. Dextran berat molekul rendah
  e.  Epinephrine (adrenalin)
  f. Heparin.
        
Pencegahan:
Obat yang dipakai untuk tujuan ini pada umumnya bekerja terutama pada tingkat eritrositer, hanya sedikit yang berefek pada tingkat eksoeritrositer (hati). Obat harus digunakan terus-menerus mulai minimal 1 ? 2 minggu sebelum berangkat sampai 4 ? 6 minggu setelah keluar dari daerah endemis malaria.
OAM yang dipakai dalam kebijakan pengobatan di Indonesia adalah :
Klorokuin : banyak digunakan karena murah, tersedia secara luas, dan relatif aman untuk anak-anak, ibu hamil maupun ibu menyusui. Pada dosis pencegahan obat ini aman digunakan untuk jangka waktu 2-3 tahun. Efek samping : gangguan GI Tract seperti mual, muntah, sakit perut dan diare. Efek samping ini dapat dikurangi dengan meminum obat sesudah makan.
        Pencegahan pada anak:OAM yang paling aman untuk anak kecil adalah klorokuin. Dosis : 5 mg/KgBB/minggu. Dalam bentuk sediaan tablet rasanya pahit sehingga sebaiknya dicampur dengan makanan atau minuman, dapat juga dipilih yang berbentuk suspensi.
Untuk mencegah gigitan nyamuk sebaiknya memakai kelambu pada waktu tidur.
Obat pengusir nyamuk bentuk repellant yang mengandung DEET sebaiknya tidak digunakan untukanakberumur<2tahun.

Ø  CAMPAK
Campak (rubeola, campak 9 hari) adalah suatu infeksi virus yang sangat menular, yang ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis (peradangan selaput ikat mata/konjungtiva) dan ruam kulit. Penularan infeksi terjadi karena menghirup percikan ludah penderita campak. Penderita bisa menularkan infeksi ini dalam waktu 2-4 hari sebelum timbulnya ruam kulit dan selama ruam kulit ada.
Sebelum vaksinasi campak digunakan secara meluas, wabah campak terjadi setiap 2-3 tahun, terutama pada anak-anak usia pra-sekolah dan anak-anak SD. Jika seseorang pernah menderita campak, maka seumur hidupnya dia akan kebal terhadap penyakit ini.
ü  Penyebab
Campak disebabkan oleh paramiksovirus. Penularan terjadi melalui percikan ludah dari hidung, mulut maupun tenggorokan penderita campak. Masa inkubasi adalah 10-14 hari sebelum gejala muncul. Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif dan kekebalan pasif pada seorang bayi yang lahir dari ibu yang telah kebal (berlangsung selama 1 tahun). Orang-orang yang rentan terhadap campak adalah bayi berumur lebih dari 1 tahun, bayi yang tidak mendapatkan imunisasi dan remaja dan dewasa muda yang belum mendapatkan imunisasi kedua
ü  Gejala
Gejala mulai timbul dalam waktu 7-14 hari setelah terinfeksi, yaitu berupa nyeri tenggorokan, hidung meler, batuk, nyeri otot, demam, mata merah, fotofobia (rentan terhadap cahaya, silau). Sekitar 2-4 hari kemudian baru muncul bintik putih kecil di mulut bagian dalam (bintik Koplik). Ruam (kemerahan di kulit) yang terasa agak gatal muncul 3-5 hari setelah timbulnya gejala diatas.
Ruam ini bisa berbentuk makula (ruam kemerahan yang mendatar) maupun papula (ruam kemerahan yang menonjol). Pada awalnya ruam tampak di wajah, yaitu di depan dan di bawah telinga serta di leher sebelah samping. Dalam waktu 1-2 hari, ruam menyebar ke batang tubuh, lengan dan tungkai, sedangkan ruam di wajah mulai memudar. Pada puncak penyakit, penderita merasa sangat sakit, ruamnya meluas serta suhu tubuhnya mencapai 40° Celsius. 3-5 hari kemudian suhu tubuhnya turun, penderita mulai merasa baik dan ruam yang tersisa segera menghilang.
ü  Komplikasi
Pada anak yang sehat dan gizinya cukup, campak jarang berakibat serius.
Beberapa komplikasi yang bisa menyertai campak. Pertama, infeksi bakteri (Pneumonia, Infeksi telinga tengah). Dua, kadang terjadi trombositopenia (penurunan jumlah trombosit), sehingga penderita mudah memar dan mudah mengalami perdarahan. Tiga, Ensefalitis (inteksi otak) terjadi pada 1 dari 1,000-2.000 kasus.
ü  Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan ruam kulit yang khas. Pemeriksaan lain yang mungkin perlu dilakukan seperti pemeriksaan darah, pembiakan virus dan serologi campak.
ü  Pengobatan
Tidak ada pengobatan khusus untuk campak. Anak sebaiknya menjalani tirah baring. Untuk menurunkan demam, diberikan asetaminofen atau ibuprofen. Jika terjadi infeksi bakteri, maka baiknya diberikan antibiotik.
ü  Pencegahan
Vaksin campak merupakan bagian dari imunisasi rutin pada anak-anak. Vaksin biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi dengan gondongan dan campak Jerman (vaksin MMR/mumps, measles, rubella), disuntikkan pada otot paha atau lengan atas. Jika hanya mengandung campak, vaksin diberikan pada umur 9 bulan. Dalam bentuk MMR, dosis pertama diberikan pada usia 12-15 bulan, dosis kedua diberikan pada usia 4-6 tahun. (yz/sumber:medicastore.com).

Ø  TUBERKULOSIS PARU
ü  Definisi
Penyakit Tuberkulosis: adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis), sebagian besar kuman TB menyerang Paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Kuman Tuberkulosis : Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu taha terhadap asam pada pewarnaan, Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat Dormant, tertidur lama selama beberapa tahun.
ü  Cara Penularan
Sumber penularana adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman keudara dalam bentuk Droplet (percikan Dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan diudara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran linfe,saluran napas, atau penyebaran langsung kebagian-nagian tubuh lainnya.
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
ü  Resiko Penularan
Resiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1 - 2 %. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1 %, berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10 (sepuluh) orang akan terinfeksi. Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita TB, hanya 10 % dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita TB. Dari keterangan tersebut diatas, dapat diperkirakan bahwa daerah dengan ARTI 1 %, maka diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 100 (seratus) penderita tuberkulosis setiap tahun, dimana 50 % penderita adalah BTA positif. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi penderita TB adalah daya tahan tubuh yang rendah diantaranyakarenagiziburukatauHIV/AIDS.
ü  Perjalanan Alamiah Tuberkulosis Paru yang Tidak Diobati
Tanpa pengobatan, setelah lima tahun, 50 % dari penderita TB akan meninggal, 25 % akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi, dan 25 % sebagai kasus Kronik yang tetap menular (WHO, 1966).
ü  Gejala - gejala Tuberkulosis
Gejala Umum :
Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu atau lebih.
Gejala Lain Yang Sering Dijumpai :
Dahak bercampur darah, batuk darah, sesak napas dan nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, bera badan turun, rasa kurang enak badan(malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan.
ü  Diagnosis Tuberkulosis (TB)
Diagnosis Tuberkulosis Pada Orang Dewasa.
Diagnosis TB paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga SPS BTA hasilnya positif.
Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan spesimen SPS diulang.
Kalau hasil rontgen mendukung TB, maka penderita diidagnosis sebagai penderita TB BTA positif. Kalau hasil rontgen tidak mendukung TB, maka pemeriksaan lain, misalnya biakan.Apabila fasilitas memungkinkan, maka dapat dilakukan pemeriksaan lain, misalnya biakan.
Bila tiga spesimen dahak negatif, diberikan antibiotik spektrum luas (misalnya kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1 - 2 minggu. Bila tidak ada perubahan, namun gejala klinis tetap mencurigakan TB, ulangi pemeriksaan dahak SPS :
Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif. Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemriksaan foto rontgen dada, untuk mendukung diagnosis TB.
- Bila hasil rontgen mendukung TB, diagnosis sebagai penderita TB BTA negative rontgenpositif.
- Bila hasil ropntgen tidak mendukung TB, penderita tersebut bukan TB.
UPK yang tidak memiliki fasilitas rontgen, penderita dapat dirujuk untuk difoto rontgendada. 
ü  Pencegahan
Terapi TBC:
Karena yang menjadi sumber penyebaran TBC adalah penderita TBC itu sendiri, pengontrolan efektif TBC mengurangi pasien TBC tersebut. Ada dua cara yang tengah dilakukan untuk mengurangi penderita TBC saat ini, yaitu terapi dan imunisasi. Untuk terapi, WHO merekomendasikan strategi penyembuhan TBC jangka pendek dengan pengawasan langsung atau dikenal dengan istilah DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy).
 Dalam strategi ini ada tiga tahapan penting, yaitu mendeteksi pasien, melakukan pengobatan, dan melakukan pengawasan langsung. Deteksi atau diagnosa pasien sangat penting karena pasien yang lepas dari deteksi akan menjadi sumber penyebaran TBC berikutnya. Seseorang yang batuk lebih dari 3 minggu bisa diduga mengidap TBC. Orang ini kemudian harus didiagnosa dan dikonfirmasikan terinfeksi kuman TBC atau tidak. Sampai saat ini, diagnosa yang akurat adalah dengan menggunakan mikroskop. Diagnosa dengan sinar-X kurang spesifik, sedangkan diagnosa secara molekular seperti Polymerase Chain Reaction (PCR) belum bisa diterapkan.
Jika pasien telah diidentifikasi mengidap TBC, dokter akan memberikan obat dengan komposisi dan dosis sesuai dengan kondisi pasien tersebut. Adapun obat TBC yang biasanya digunakan adalah isoniazid, rifampicin, pyrazinamide, streptomycin, dan ethambutol. Untuk menghindari munculnya bakteri TBC yang resisten, biasanya diberikan obat yang terdiri dari kombinasi 3-4 macam obat ini.
Dokter atau tenaga kesehatan kemudian mengawasi proses peminuman obat serta perkembangan pasien. Ini sangat penting karena ada kecendrungan pasien berhenti minum obat karena gejalanya telah hilang. Setelah minum obat TBC biasanya gejala TBC bisa hilang dalam waktu 2-4 minggu.
Walaupun demikian, untuk benar-benar sembuh dari TBC diharuskan untuk mengkonsumsi obat minimal selama 6 bulan. Efek negatif yang muncul jika kita berhenti minum obat adalah munculnya kuman TBC yang resisten terhadap obat. Jika ini terjadi, dan kuman tersebut menyebar, pengendalian TBC akan semakin sulit dilaksanakan.
DOTS adalah strategi yang paling efektif untuk menangani pasien TBC saat ini, dengan tingkat kesembuhan bahkan sampai 95 persen. DOTS diperkenalkan sejak tahun 1991 dan sekitar 10 juta pasien telah menerima perlakuan DOTS ini. Di Indonesia sendiri DOTS diperkenalkan pada tahun 1995 dengan tingkat kesembuhan 87 persen pada tahun 2000 (http:www.who.int).  Angka ini melebihi target WHO, yaitu 85 persen, tapi sangat disayangkan bahwa tingkat deteksi kasus baru di Indonesia masih rendah. Berdasarkan data WHO, untuk tahun 2001, tingkat deteksi hanya 21 persen, jauh di bawah target WHO, 70 persen. Karena itu, usaha untuk mendeteksi kasus baru perlu lebih ditingkatkan lagi.
ü Imunisasi
Pengontrolan TBC yang kedua adalah imunisasi. Imunisasi ini akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyaki TBC. Vaksin TBC, yang dikenal dengan nama BCG terbuat dari bakteri M tuberculosis strain Bacillus Calmette-Guerin (BCG). Bakteri ini menyebabkan TBC pada sapi, tapi tidak pada manusia. Vaksin ini dikembangkan pada tahun 1950 dari bakteri M tuberculosis yang hidup (live vaccine), karenanya bisa berkembang biak di dalam tubuh dan diharapkan bisa mengindus antibodi seumur hidup. Selain itu, pemberian dua atau tiga kali tidak berpengaruh. Karena itu, vaksinasi BCG hanya diperlukan sekali seumur hidup. Di Indonesia, diberikan sebelum berumur duabulan.
Imunisasi TBC ini tidak sepenuhnya melindungi kita dari serangan TBC. Tingkat efektivitas vaksin ini berkisar antara 70-80 persen. Karena itu, walaupun telah menerima vaksin, kita masih harus waspada terhadap serangan TBC ini. Karena efektivitas vaksin ini tidak sempurna, secara global ada dua pendapat tentang imunisasi TBC ini. Pendapat pertama adalah tidak perlu imunisasi. Amerika Serikat adalah salah satu di antaranya. Amerika Serikat tidak melakukan vaksinasi BCG, tetapi mereka menjaga ketat terhadap orang atau kelompok yang berisiko tinggi serta melakukan diagnosa terhadap mereka. Pasien yang terdeteksi akan langsung diobati. Sistem deteksi dan diagnosa yang rapi inilah yang menjadi kunci pengontorlan TBC di AS.
Pendapat yang kedua adalah perlunya imunisasi. Karena tingkat efektivitasnya 70-80 persen, sebagian besar rakyat bisa dilindungi dari infeksi kuman TBC. Negara-negara Eropa dan Jepang adalah negara yang menganggap perlunya imunisasi. Bahkan Jepang telah memutuskan untuk melakukan vaksinasi BCG terhadap semua bayi yang lahir tanpa melakukan tes Tuberculin, tes yang dilakukan untuk mendeteksi ada-tidaknya antibodi yang dihasikan oleh infeksi kuman TBC. Jika hasil tes positif, dianggap telah terinfeksi TBC dan tidak akan diberikan vaksin. Karena jarangnya kasus TBC di Jepang, dianggap semua anak tidak terinfeksi kuman TBC, sehingga diputuskan bahwa tes Tuberculin tidak perlu lagi dilaksanakan.
Bagaimana dengan Indonesia? Karena Indonesia adalah negara yang besar dengan jumlah penduduk yang banyak, agaknya masih perlu melaksanakan vaksinasi BCG ini. Dengan melaksanakan vaksinasi ini, jumlah kasus dugaan (suspected cases) jauh akan berkurang, sehingga memudahkan kita untuk mendeteksi pasien TBC, untuk selanjutnya dilakukan terapi DOTS untuk pasien yang terdeteksi. Kedua pendekatan, yaitu vaksinasi dan terapi perlu dilakukan untuk memberantas TBC dari bumi Indonesia.

Ø  KEMATIAN IBU
Angka kematian ibu di Indonesia masih tergolong tinggi. Pendarahan, infeksi, hipertensi kehamilan serta abortus tidak aman. Keempat kondisi itulah yang menjadi penyebab angka kematian Ibu ( AKI ) tetap tinggi. Diantara keempat faktor itu, pendarahan menduduki peringkat pertama dengan 45 persen kejadian. Penyebab pendarahan disebabkan perlengketan ari-ari, robekan rahim atau otot-otot rahim yang mengendur akibat sering bersalin.Hal ini bisa diantisipasi dengan sering periksa ada tidaknya risiko pendarahan itu. Selain rajin memeriksakan kehamilan, penting juga memeriksakan hemoglobin. Terutama bulan keenam dan ketujuh kehamilan. Pemeriksaan Hb penting untuk menghindari kemungkinan anemia. Hal ini disebabkan ibu yang anemia berisiko otot-otot rahim melemah dan tidak segera menutup kembali pasca melahirkan.
ü Pencegahan:
1.      Penanganan atau pertolongan persalinan oleh tenaga medis terlatih.
2.      Pelaksanaan program safe motherhood yang benar-benar terlaksana.
3.      Meningkatkan pengetahuan calon Ibu tentang kehamilan dan persalinan melalui promosi, salah satunya meliputi asupan gizi apa saja yang dibtuhkan ketika hamil.

Ø  LAHIR MATI
Lahir mati adalah kematian janin diantara minggu ke 20(bulan ke  5) hingga lahir.
ü  Penyebab:
a.       Kecacatan kelahiran : biasanya terjadi karena kecacatan kromosom.
b.      Tali pusar terjatuh(prolaps), yaitu apabila tali pusar keluar terlebih dulu dari faraj sebelum bayi keluar, sehingga menghambat aliran darah dan oksigen.
c.       Masalah ari-ari(plasenta), misalnya pemisahan plasenta dari uterus atau dinding rahim.
d.      Keadaan kesehatan Ibu sebelum dan semasa hamil, misalnya penyakit diabetes mellitus dan jantung.
ü  Faktor-Faktor Resiko:
a.       Ibu yang merokok, mengkonsumsi alcohol yang berlebihan, penyalahgunaan obat-obat terlarang.
b.      Obesitas.
c.       Ibu terjangkit bakteri dan virus.
ü  Gejala:
a.       Pendarahan dari faraj.
b.      Janin kurang atau tidak bergerak.
c.       Perubahan aktivitas atau pergerakan bayi seperti biasa.
d.      Sakit pinggang, belakang dan juga bagian bawah abdomen terasa menyucuk-nyucuk.
e.       Tidak lagi terasa hamil lagi, terjadi perubahan fisik, msalnya payudara mengecil.
ü  Pencegahan:
a.       Senam dan mengkonsumsi makanan yang bergizi dan pemenuhan ADIK(Asam Folat, Daging, Iron/Zat besi dan Kalsium).
b.      Tidak mengkonsumsi alcohol, obat-obat terlarang dan rokok serta menjauhkan diri dari racun serangga.

Ø  DAFTAR PUSTAKA
Nasri, N.N. 1997. Dasar Epidemiologi. Jakarta: PT Rineka Cipta
Slamet J.S. 1994. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=57&id=4


THYAR DEBY Y.
E2A009057
REGULER 1
FKM UNDIP