Daftar Blog Saya

Senin, 21 Maret 2011

Tugas DPP Part 1

KOLERA (FOOD and WATER BORNE DISEASE)
A. PENDAHULUAN
Kolera adalah penyakit saluran pencernaan akut yang disebabkan oleh bakteri dan ditandai gejala dalam bentuknya yang berat dengan onset yang tiba-tiba, diare terus menerus, cair seperti air cucian beras, tanpa sakit perut, disertai muntah dan mual di awal timbulnya penyakit.
Penyebab penyakitnya adalah Vibrio cholera serogroup O1 terdiri dari dua biotipe yaitu Vibrio klasik dan Vibrio El Tor yang terdiri dari serotype Inaba, Ogawa dan Hikojima (jarang ditemui). Vibrio cholera O139 juga menyebabkan kolera tipikal. Gambaran klinis dari penyakit yang disebaban oleh Vibrio cholera O1 dari kedua biotipe dan yang disebabkan oleh Vibrio cholera O139 adala sama karena enterotoksin yang dihasilkan oleh organisme ini hampir sama. Pada setiap kejadian wabah atau KLB, tipe organisme ini tertentu cenderung dominan, saat ini biotipe El Tor adalah yang paling sering ditemukan.
Bakteri kolera menghasilkan racun yang menyebabkan usus halus melepaskan sejumlah besar cairan yang banyak mengandung garam dan mineral. Karena bakteri sensitif terhadap asam lambung, maka penderita kekurangan asam lambung cenderung menderita penyakit ini. Kolera menyebar melalui air yang diminum, makanan laut atau makanan lainnya yang tercemar oleh kotoran orang yang terinfeksi.
B. EPIDEMIOLOGI
Epidemiologi kolera harus ditinjau secara global, karena perangainya yang pandemik. Penyakit ini dengan mudah menyebar secara luas, melampaui batas-batas geografis Asiatik. Ciri khas dari kolera, bila menyerang suatu daerah yang baru sama sekali, yang sebelumnya belum pernah mengenal kolera, maka insidens paling tinggi terjadi pada laki-laki dewasa muda. Tetapi ketika penyakit sudah mulai menjadi endemik, insidens pada wanita dan anak-anak akan meningkat. Dalam waktu 30 tahun terakhir, hasil studi laboratorium dan epidemiologik telah membawa ke suatu perubahan besar didalam pemikiran mengenai kolera.
Telah diketahui bahwa penyebaran kolera secara primer melalui air minum yang terkontaminasi, tetapi penelitian wabah akhir-akhir ini menunjukkan bahwa binatang laut seperti kerang, tiram dan remis, serta udang dan kepiting, dapat juga menjadi perantara transmisi yang penting untuk infeksi Vibrio. Beberapa dari jenis binatang laut ini bahkan hidup jauh di tengah laut. Ini menandakan bahwa Vibrio dapat mempertahankan siklus hidupnya tanpa harus melalui ekskreta manusia secara terus menerus.
Di dalam keadaan endemic, prevalensi kolera yang berat dapat tampak rendah, seperti di Bangladesh dimana insidens hospitalisasi antara 1-3 kasus per 1000 penduduk per tahun untuk waktu 20 tahun terakhir. Namun, angka-angka ini perlu ditafsirkan secara hati-hati. Pertama, insidens terjadi pada seluruh populasi dari umur 2 tahun sampai usia lanjut, sehingga risiko komulatif terhadap kolera untuk seseorang pada usia 20 tahun pertama adalah sekitar 6%. Jika derajat kematian secara kasar adalah 20%, maka 1% dari penduduk Bangladesh akan meninggal karena kolera, bila tidak diobati. Kedua, penelitian terhadap kontak keluarga dari kasus kolera menunjukkan untuk setiap individu dengan kasus kolera yang berat, lebh dari sepuluh orang akan menderita diare ringan & sedang dalam jumlah yang sama akan menderita infeksi asimtomatik. Dengan demikian, derajat penyakit yang berat yang dilaporkan tidak mencerminkan secara wajar kasus-kasus ringan yang jumlahnya lebih banyak.
Kolera adalah penyakit wabah tertua dan paling dikenal. Selama abad 19, pandemik kolera menyebar berulang kali dari delta Sungai Gangga d Inda ke seluruh dunia. Sampai dengan pertengahan abad ke 20, penyakit ini terbatas hanya terjadi di Aia, kecuali kejadian wabah kolera yang menelan banyak korban di Mesir pada tahun 1947. Selama setengah abad terakhir abd ke 20 gambaran epidemiologis kolera ditandai dengan 3 ciri utama.
1) Terjadinya pandemik ke 7 klera yang disebabkan oleh Vibrio cholera O1 El Tor, dengan korban yang sangat banyak.
2) Diketahui adanya reservoir lingkungan dari kolera, salah satunya adalah di sepanjang pantai teluk Meksiko di AS.
3) Munculnya untuk pertama kali ledakan wabah besar dari Cholera gravis yang disebabkan oleh organisme Vibrio cholera dari serogroup selain O1, (Vibrio cholera O139).
Sejak ahun 1961, Vibrio cholera dari iotipe El Tor telah menyebar dari Indonesia melalui sebagian besar Asia pada tahun 1963-1969 ke Eropa Timur. Pada tahun 1970, biotipe ini masuk ke Afrika bagian bart dan menyebar dengan cepat di benua itu dan menjadi endemis d sebagian besar Negara Afrika. Beberapa kali KLB kolera telah terjadi di semenanjung Ibera dan Italia pada tahun 1970an mnyebar ke seluruh Afrika dan mencapai Madagaskar tahun 1999.
Kolera El Tor kembali ke Benua Amerika pada tahun 1991, sesudah menghilang selama satu abad dan menyebaban ledakan-ledakan wabah sepanjang Pantai Pasifik Peru. Dari Peru, kolera dengan cepat menyebar ke Negara-negara tetangga, dan pada tahun 1994, kira-kira 1 juta kasus kolera tercatat terjadi di Amerika Latin. Perlu di catat, walaupun manifestasi klinis penyakit ini sama beratnya dengan yang terjadi di bagian lain di dunia, namun keseluruhan CFR kolera di Amerika Latin bisa ditekan tetap rendah (sekitar 1%) kecuali di pedesaan di pegunungan Andes dan wilayah Arizona dimana fasilitas pelayanan kesehatan sangat jauh.
Perlu dicatat secara spesifik bahwa telah terjadi KLB kolera El Tor diantara pengungsi Rwanda di Goma, Zaire (sekarang disebut sebagai Republik Demokratik Kongo) pada bulan Juli tahun 1944 dengan 50.000 penderita dan 24.000 orang diantaranya tewas dalam kurun waktu kurang dari sebulan. Secara keseluruhan, 384.403 penderita dan 10.692 kematian akibat kolera dilaporkan ke WHO pada tahun 1994 adalah 2,8% yang bervariasi dari 1% di AS; 1,3% di Asia; 5% di Afrika. Pada tahun 2002, 52 negara melaporkan kasus kolera ke WHO dengan total penderita 142.311 (36 kasus import) dengan 4.564 kematian, CFR 3%. Variasi angka ini mencerminkan perbedaan dalam sistem pelaporan dan akses terhadap pengobatan yang tepat, tidak menggambarkan virulensi dari organisme penyebab.
Di derah-daerah endemik, puncak kasus-kasus kolera banyak dijumpai pada anak-anak berumur 2 sampai 9 tahun, menyusul wanita masa produktif yaitu antara 15-35 tahun. Derajat infeksi yang lebih rendah pada anak-anak di bawah satu tahun mungkin berkaitan dengan sedikitnya mereka berada dalam paparan infeksi, atau karena adanya efek protektif dari air susu Ibu. Pada wanita usia produktif, diperkirakan bahwa meningkatnya jumlah kasus pada golongan ini disebabkan karena penurunan imunitas pada saat mengurus anak. Sebaliknya, di daerah-daerah dimana kolera menyerang penduduk yang paparannya rendah, penyakit cenderung untuk mengenai semua kelompok umur dengan frekuensi yang sama besarnya. Ini terlihat pada epidemi yang terjadi di Amerika Selatan, seperti misalnya di Peru, dimana derajat serangan (attack rate) pada anak-anak < 1 tahun, anak-anak berumur 1-4 tahun dan anak-anak yang lebih besar serta ornag dewasa adalah sekitar 0,5-0,6 %. Kejadian wabah yang merupakan hubungan antara peristiwa penguburan dengan transmisi kolera juga pernah dilaporkan di Afrika dan di Indonesia. Sebelumnya, wabah kolera yang berhubungan dengan penguburan terjadi karena transmisi dari orang ke orang (person to person). Di Guinea, Afrika Barat, nasi ditemukan sebagai sebab terjadinya wabah kolera yang mengikuti acara penguburan oleh para wanita-wanita yang sebelumnya juga merawat pederita kolera yang meninggal tersebut, membersihkan tempat tidur dan memandikannya. Di Irian Jaya Indonesia, wabah kolera berkaitan dengan upacara duka cita di rumah penderita yang meninggal karena kolera.
C. GEJALA dan TANDA
Gejala dimulai dalam 1-3 hari setelah terinfeksi bakteri, bervariasi mulai dari diare ringan tanpa komplikasi sampai diare berat yang bisa berakibat fatal. Beberapa orang yang terinfeksi, tidak menunjukkan gejala. Penyakit ini biasanya dimulai dengan diare encer seperti air yang terjadi secara tiba-tiba, tanpa rasa sakit dan muntah-muntah. Pada kasus yang berat, diare menyebabkan kehilangan cairan sampai 1 liter dalam 1 jam. Kehilangan cairan dan garam yang berlebihan menyebabkan dehidrasi disertai rasa haus yang hebat, kram otot, lemah dan penurunan produksi air kemih. Banyaknya cairan yang hilang dari jaringan menyebabkan mata menjadi cekung dan kulit jari-jari tangan menjadi keriput. Jika tidak diobati, ketidakseimbangan volume darah dan peningkatan konsebtras garam bisa menyebabkan gagal ginjal, syok dan koma. Gejala biasanya menghilang dalam 3-6 hari, kebanyakan penderita akan terbebas dari organisme ini dalam waktu 2 minggu, tetapi beberapa diantara penderita menjadi pembawa dari bakteri ini.
D. DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Untuk memperkuat diagnosis, dilakukan pemeriksaan terhadap apusan rectum atau contoh tinja segar. Penatalaksanaan yang sangat penting adalah segera mengganti kehilangan cairan, garam dan mineral dalam tubuh. Untuk penderita yang mengalami dehidrasi berat, cairan diberikan melalui infus. Di daerah wabah, kadang-kadang cairan diberikan melalui selang yang dimasukkan lewat hidung menuju lambung. Bila dehidrasi sudah diatasi, tujuan pebgobatan selanjutnya adalah menggantikan jumlah cairan yang hilang karena diare dan muntah. Makanan padat bisa diberikan setelah muntah-muntah berhenti dan nafsu makan sudah kembali. Pengobatan awal dengan tetrasiklin atau antibiotic lainnya bisa membunuh bakteri dan biasanya menghentikan diare dalam 48 jam. Bila berada di daerah resisten vibrio cholera, dapat digunakan furozolidone. Lebih dari 50% penderita kolera berat yang tidak diobati meninggal dunia. Kurang dari 1% penderita yang mendapat panggantian cairan yang adekuat, meninggal dunia.
E. MEKANISME PENULARAN
Masuk melalui makanan atau air minum yang terkontaminasi secara langsung atau tidak langsung oleh tinja atau muntahan dari orang yang terinfeksi. El Tor dan O139 dapat berthan di air dalam jangka waktu yang ama. Air dapat tercemar pada sumbernya, saat transportasi ataupun pada saat disimpan. Pada saat wabah El Tor skala besar besar terjadi di Amerika Latin pada tahun 1991, penularan yang cepat dari kolera terjadi melalui air yang tercemar karena sistem PAM perkotaan tidak baik, air permukaan yang tercemar, sistem penyimpanan air di rumah tangga yang kurang baik. Makanan dan minuman pada saat itu diolah dengan air yang tercemar dan dijual oleh pedagang kaki lima, bahkan es dan air minum yang dikemaspun juga tercemar oleh vibrio cholera yang dibawa oleh penjamah makanan dapat mencemari salah satu jenis makanan yang disebutkan diatas yang apabila tidak disimpan dalam lemari es dalam suhu yang tepat, dapat meningkatkan jumlah kuman berlipat ganda dalam waktu 8-12 jam. Sayuran dan buah-buahan yang dicuci dan dibasahi dengan air limbah yang tidak diolah, juga menjadi media penularan. Terjadinya wabah maupun munculnya kasus sporadic sering disebabkan oleh karena mengkonsmsi seafood mentah atau setengah matang. Air yang tercemar sering berperan sebagai media penularan seperti yang terjadi pada KLB di Guam, Kiribati, Portugal, talia dan Ekuador. Pada kejadian lain, seperti di AS, kasus sporadic klera justru timbul karena mengkonsumsi seafood mentah atau setenga matang yang ditangkap dari perairan yang tidak tercemar. Reservoirnya adalah manusia, pengamatan yang dilakukan di AS, Bangladesh dan Australia selama lebih dari 2 dekade menunjukkan adanya reservoir lingkungan, dimana vibrio diduga hidup pada copepod dan zooplankton yang hidup di perairan payau dan muara sungai. Sebagai contoh kasus, kolera yang muncul di Louisiana dan Texas menyerang orang-orang yang mengkonsumsi kerang yang diambil diambil dari pantai dan muara sungai yang diketahui sebagai reservoir alami dari Vibrio cholera O1 serotipe Inaba, muara sungai yang tidak terkontaminasi oleh air limbah. Kolera klinis di daerah endemis biasanya ditemukan pada kelompok masyarakat ekonomi lemah. Masa penularan diperkirakan selama hasil pemeriksaan tinja masih positif, orang tersebut masih menular, berlangsung sampai beberapa hari sesudah sembuh. Terkadang status sebagai carrier berlangsung hingga beberapa bulan. Berbagai jenis antibiotika diketahui efektif terhadap strain infektif (misalnya tetrasiklin untuk strain O139 dan kebanyakan strain O1). Pemberian antibiotika memperpendek masa penularan walaupun sangat jarang sekali, ditemukan infeksi kandung empedu kronis berlangsung hingga bertahun-tahun pada orang dewasa yang secara terus menerus mengeluarkan Vibrio cholera melalui tinja.
F. CARA PENANGGULANGAN
1) Berikan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat di daerah resiko tinggi untuk segera mencari pengobatan bila sakit.
2) Sediakan fasilitas pengobatan yang efektif.
3) Lakukan tindakan darurat untuk menjamin tersedianya fasilitas air minum yang aman. Lakukan klorinasi pada sistem penyediaan air bagi masyarakat, walaupun diketahui bahwa sumber air ini tidak terkontaminasi. Lakukan klorinasi atau masaklah air yang akan diminum, dan air yang akan dipakai untuk mencuci alat-alat masak dan alat-alat untuk menyimpan makan kecuali jika tersedia air yang telah diklorinasi dengan baik dan terlindungi dari kontaminasi.
4) Lakukan pengawasan terhadap cara-cara pengolahan makanan dan minuman yang sehat. Setelah diolah dan dimasak dengan benar, lindungi makanan tersebut dari kontaminasi oleh lalat dan penangaan yang tidak saniter, makanan sisa sebaiknya dipanaskan 70⁰C selama 15 menit sebelum dikonsumsi. Orang yang menderita diare sebaknya tidak menjamah atau menyediakan makanan dan minuman untuk orang lain. Makanan yang disediakan pada upacara pemakaman korban kolera mungkin tercemar dan selama wabah berlangsung makanan di tempat seperti ini sebaiknya dihindari.
5) Lakukan investigasi dengan sungguh-sungguh dengan desain sedemikian rupa untuk menemukan media dan lingkungan yang memungkinkan terjadinya penularan menurut variable orang, tempat dan waktu serta buatlah rencana penanggulangan yang memadai.
6) Sediakan fasilitas pembuangan sampah dan limbah domestik sesuai dengan syarat kesehatan.
7) Pemberian imunisasi dengan suntikan vaksin kolera Whole cell tidak dianjurkan.
8) Pada saat situasi wabah reatif mulai tenang, vaksin kolera oral dapat diberiakn sebagai tambahan terhadap upaya penangulangan wabah kolera. Namun, vaksin ini sebaiknya tidak digunakan pada saat suasana masih panik atu pada saat terjadi kekurangan persediaan air yang parah yang dapat mempengaruhi penyediaan terapi rehidrasi oral.
G. KONTROL 
1) Kontrol Agen
a. Disinfeksi serentak, dlakukan terhadap tinja dan muntahan serta bahan-bahan dari kain (linen, seperti sprei, sarung bantal dan ain-lain) serta barang-barang lain yang digunakan oleh penderita, dengan cara dipanaskan, diberi asam karbol atau disinfektan lain.
b. Investigasi terhadap kemungkinan sumber infeksi berasal dari air minum dan makanan yang terkontaminasi. 2) Kontrol Route Penyebaran/Transmisi
a. Isolasi, perawatan di rumah sakit dengan memperlakukan kewaspadaan enterik di perlukan untuk pasien berat, isolasi ketat tidak diperlukan. Untuk penderita yang tidak begitu berat, dapat diperlakukan sebagai penderita rawat jalan, diberi rehidrasi oral dan antibiotik yang tepat. Ruang perawatan kolera yang penuh sesak dengan penderita dapat dioperasikan tanpa perlu khawatir dapat menimbulkan ancaman penularan kepada petugas kesehatan dan pengunjung asalkan prosedur cuci tangan secara efektif serta prosedur kebersihan perorangan dilaksanakan dengan baik. Pemberantasan terhadap lalat juga perlu dilakukan.
b. Karantina tidak diperlukan.
3) Kontrol Host
a. Imunisasi, pemberian dua jenis vaksin oral yang memberikan perlindungan cukup bermakna untuk beberapa bulan terhadap kolera yang disebabkan oleh strain O1. Pertama adalah vaksin hidup(strain CVD 103-HgR, dosis tunggal tersedia dengan nama dagang Orachol di Eropa dan Mutaol di Kanada, SSV1). Yang lainnya adalah vaksin mati yang mengandung vibrio diinaktivasi ditambah dengan subunit B dari toksin kolera, diberikan dalam 2 dosis (Dukoral, SBL).
b. Melakukan surveilans terhadap orang yang minum dan mengkonsumsi makanan yang sama dengan penderita kolera, selama 5 hari setelah kontak terakhir. Jika terbukti kemungkinan adnya penularan sekunder di dalam rumah tangga, anggota rumah tangga sebaiknya diberi pengobatan kemoprofilaksis; untuk orang dewasa adalah tetrasiklin (500 g, 4x sehari) atau tetrasiklin (dosis tunggal 300 mg) selama 3 hari, kecuali untuk strain lokal yang diketahui atau diduga resisten terhadap tetrasiklin. Anak-anak juga bisa diberikan tetrasiklin (50mg/kg/hari dibagi ke dalam 4 dosis) atau doksisiklin (dosis tunggal 6 mg/kg) selama 3 hari, dengan pemberian tetrasiklin dalam waktu yang singkat,tidak akan terjadi pada noda gigi. Imunisasi terhadap kontak tidak dianjurkan.
c. Pengobatan spesifik, yang terdiri dari 3 cara pengobatan bagi penderita kolera, yaitu (1) terapi rehidrasi agresif, (2) pemberian antibiotika yang efektif, (3) Pengobatan untuk komplikasi
4) Kontrol Lingkungan
a. Masyarakat harus memiliki sistem pembuangan kotoran dan limbah yang modern dan tepat, tinja dapat langsung dibuang ke dalam saluran pembuangan tanpa perlu dilakukan disinfeksi sebelumnya. 

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Kolera. (online). (www. xa.yimg.com,diakses 18 Maret 2011).
Kandun, I Nyoman. 2006. Manual Pemberantasan Penyakit. Jakarta : CV. Infomedika
Lesmana, Murad. 2004. Perkembangan Mutakhir Infeksi Kolera. (online). ( www. univmed. org, diakses 18 Maret 2011)







Thyar Deby Y.
E2A009057/Reguler 1
FKM UNDIP

Tidak ada komentar:

Posting Komentar